Tafsir Quran Surat Al-Baqarah ayat 275


Ayat ini dijelaskan dalam Tafsir Ath-Thabari (Thabari, 2009, p. 724) bahwa meribakan adalah menambahkan sesuatu. Dikatakan: Fulan meribakan pada fulan jika dia menambahkan sesuatu padanya. Tambahan adalah riba. Sesuatu menjadi riba jika dia bertambah dan membesar dari sebelumnya. Asal riba adalah melebihkan dan menambahkan. Begitu pula yang dikatakan dalam Tafsir Al-Azhard (HAMKA, 1982, p. 68), makan riba telah pindah menjadi kata umum. Sebab meskipun riba bukan semata-mata buat dimakan, bahkan untuk membangun kekayaan yang lain-lain pun, namun asal usaha manusia pada mulanya ialah “cari makan.” Maka didalam ayat ini diperlihatkanlah pribadi orang yang hidupnya dari makan riba itu. Hidupnya susah selalu, walaupun bunga uangnya dari riba telah berjuta-juta. Dia tidak merasai kenikmatan di dalam jiwa lantaran tempat berdirinya ialah menghisap darah orang lain. Mengapa demikian? Menjadi demikian, karena sesungguhnya mereka berkata: Tidak lain perdangan hanyalah seperti riba juga. Artinya karena pendiriannya menternakkan uang, dia mengatakan bahwa pekerjaan orang berniaga itupun serupa juga dengan pekerjaannya makan riba, yaitu sama-sama mencari keuntungan atau sama-sama cari makan.
Jika menurut tafsir Al-Maragi (Maragi, 1992, p. 101), sebab-sebab diharamkannya riba oleh agama: 1. Riba bisa menghambat seseorang dalam mengambil profesi yang sebenarnya, seperti berbagai jenis keahlian dan perindustrian. Maksudnya, orang yang mempunyai uang dan bisa mengembangkan kekayaannya dengan jalan riba,  maka orang tersebut akan meremehkan kerja. 2. Riba bisa melahirkan permusuhan, saling membenci, bertengkar dan saling baku hantam. Sebab, riba itu mencabut perasaan belas kasihan dari hati, dan mencemarkan harga diri, lantatan riba, perasaan tolong menolong menjadi lenyap. Sebagai gantinya adalah rasa kejam dan sadis yang tidak berkeprimanusiaan. 3. Allah SWT. menggariskan cara mu’amalah antar sesama orang dalam hal bisnis. Mereka, antara satu pihak dengan pihak yang lain, dibolehkan mengambil keuntungan, sebagai ganti rugi barang jualannya. Tetapi di dalam riba, uang diambil tanpa adanya pengganti, dan ini merupakan salah satu perbuatan zalim. Sebab, harta seseorang mempunyai hak dan larangan. 4. Akibat dari perbuatan riba adalah kerusakan dan kehancuran. Banyak kita jumpai, bahwa harta seseorang ludes, rumah tangganya hancur, karena mereka memakan riba.
Kemudian menurut tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2007, p. 768), bahwa firman Allah SWT, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba.” Pada ayat ini, kata mengambil diibaratkan dengan memakan, karena maksud sebenarnya dari pengambilan riba memang untuk dimakan. Firman Allah SWT, “Keadaan mereka yang demikia itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.” Para pentakwil Al-Qur’an sepakat bahwa yang mengatakan ini adalah orang-orang kafir. Alasannya adalah lanjutan dari ayat ini yang menyebutkan, “Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu. Maka jika dikaitkan dengan penjelasan tafsir menurut Tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2004, p. 546), bahwa Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” Artinya, mereka tidak dapat berdiri dari kuburan mereka pada hari hari kiamat kelak kecuali seperti berdirinya orang gila pada saat mengamuk dan kerasukan syaitan.

Penulis:
Mahasiswa Ilmu Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia

Kota Bandung

No comments:

Post a Comment